Twitter Bird Gadget

Sepenggal Cerita untuk Anak-anak SD N II Tasikhargo

Wednesday, September 25, 2013






“ini dibacanya \’thrē\ bukan \’trē\”

Dan dengan susah payah anak-anak itu mencoba menirukan \’thrē\ dengan baik dan benar. Beberapa dari mereka tetap saja melafalkan three dengan \’trē\ (tree). Namun ada beberapa dari satu dua anak yang berhasil melafalkannya dengan benar.

“ahh mbak alva ki le ngomong ilate ditekuk tekuk” dan tak jarang celetukan seperti ini muncul dari anak-anak yang sudah menyerah untuk melafalkan \’thrē\.

Tak dapat disangkali memang susah untuk melafalkan bahasa inggris dengan benar. Maka dari itu, kita harus membiasakannya sejak kecil. Kalau sejak kecil sudah diajari yang salah, bagaimana kedepannya?

Jadi itu sedikit cuplikan pengalaman mengajar bahasa inggris di SD N II Tasikhargo. Beribu kata mungkin tak dapat menggambarkan betapa campur aduknya perasaan ketika mengajar anak-anak yang “hyperaktif’. Yap, saat itu adalah pertama kalinya saya mengajar bahasa inggris di SD. Awalnya saya tidak tahu harus bagaimana, bahkan saya tidak tahu kemampuan anak-anak dalam berbicara bahasa inggris. Hari pertama masuk sekolah, saya memberanikan diri menemui bapak ibu guru SD N II Tasikhargo. Niat awal saya tidak lain dan tidak bukan untuk menjalin silturahmi serta meminta izin untuk ikut dalam kegiatan sekolah. Senangnya saya ketika mereka menyambut saya dengan baik dan ramah tamah. Mereka sangat senang jika ada yang mau membantu mengajar bahasa inggris. Dan di sinilah rasa percaya diri saya muncul karena saya diberi keleluasaan untuk mengajar bahasa inggris.

Dan tibalah saatnya..

Kelas yang pertama kali saya masuki adalah kelas IV. Ketika saya memasuki pintu kelas, semua anak langsung heboh memanggil nama saya dan berlarian menghampiri saya. Wooooww, sambutan yang sangat mengejutkan. Sebagian besar anak-anak sudah mengenal saya, jadi sudah tak aneh lagi jika mereka heboh ketika melihat saya di sekolah. Mengajar kelas IV merupakan tantangan tersendiri bagi saya. Selain karena anak-anaknya yang super duper “aktif”, mereka belum pernah belajar bahasa inggris sebelumnya. Jadi ini akan menjadi kesan pertama bagi mereka. Woow tugas yang agak berat, tapi saya harus membuat kelas bahasa inggris menyenangkan. Awalnya saya mengajarkan greeting dan introduction. Sedikit demi sedikit saya ajari juga pronouncation dan alhasil mereka masih agak bingung dengan bahasa baru ini. Meskipun begitu, akhirnya mereka mengerti dan ketika saya meminta mereka maju ke depan untuk praktek greetings and introduction, krik krik tak ada satupun yang maju. Saya rasa mereka terlalu takut salah sehingga tidak ada yang maju. Anak-anak yang hyperaktif pun dalam sekejap berubah menjadi anak-anak yang super pendiam. Dan di saat seperti inilah saya membiarkan anak-anak itu untuk santai. Saya ajarkan mereka bernyanyi dalam bahasa inggris seperti ABC’s song. Dan mereka semua bernyanyi bersama-sama, tidak ada lagi anak pendiam karena mereka semua bersenang-senang sambil menyanyikan lagu ini. Ketika mereka suasana sudah cair lagi, saya menawarkan mereka untuk maju mempraktekkan greetings and introduction. Namun, untuk kali ini caranya berbeda. Mereka yang maju adalah mereka yang kalah dalam game. Yap, permainannya sederhana, saya melempar sebuah bola kertas yang kemudian akan dilemparkan terus menerus oleh anak-anak. Dan ketika lagu berhenti, anak yang terakhir memegang kertas harus maju untuk mempraktekkan greetings and introduction. And it works!  Yeaaaahh. Mereka semua senang dan tidak ada yang malu-malu untuk mempraktekkan berbicara bahasa inggris. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk berbicara bahasa inggris.

Di SD N II Tasikhargo ini saya mendapatkan kepercayaan untuk mengajar kelas III-VI. Saya menghadapi berbagai macam tingkah anak-anak. Saya sangat bangga dengan mereka semua karena mereka sangat antusias untuk belajar meskipun kadang-kadang mereka membuat saya sebal. Yah tak jarang mereka usil seperti menyembunyikan sepatu saya dalam tong sampah, atau membawa kabur tas saya. Tidak hanya saya yang terkena ulah jail mereka, teman-teman saya yang menemani saya mengajar pun kadang sebal karena anak-anak jail kepada mereka. Tapi di sini saya menyadari, mereka adalah anak-anak yang sangat senang diperhatikan. Jadi saya sebisa mungkin menjadi sosok yang bisa dijadikan teman bagi mereka. Selain itu saya dan teman-teman juga harus bisa menjadi contoh yang baik bagi mereka semua.

Tiga minggu berlalu, dan akhirnya tibalah saat itu, saat di mana kami harus berpisah, saat di mana kami tidak lagi mengajar mereka bahasa inggris. Saya tidak tahu harus berkata apa. Berpisah dengan anak-anak SD N II Tasikhargo bukanlah hal yang mudah. Mereka memberikan cerita sendiri bagi saya dan juga teman-teman. Saya tahu saya akan merindukan teriakan-teriakan mereka memanggil nama saya. Saya juga akan merindukan saat saya datang ke sekolah dan mereka semua berlarian dari kelas untuk memeluk saya atau hanya sekedar menyapa. Saya juga akan merindukan bermain bersama mereka, bercerita dan bercanda. Entah kenapa mereka memberikan kesan mendalam bagi saya, padahal saya bukanlah tipe orang yang menyukai anak-anak. Namun di sini, saya bisa menjadi orang yang sangat bersahabat dengan anak-anak. Saya akan merindukan senyum manis mereka, tawa dan candaan mereka. Dan ketika hari itu datang, saya hanya bisa diam tersenyum dan di dalam hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada anak-anak luar biasa dari SD N II Tasikhargo.


0 comments:

Post a Comment

 
Story of a Halfling © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets